Kolaborasi Korea-Indonesia |
Jiwa cinta budaya pada
generasi muda kita juga mulai terkikis
seiring merebaknya kebudayaan asing yang masuk kedalam negeri kita dengan
teknologi sebagai medium. Sebagai contoh demam “K-Pop” dan virus “weternisasi”.
K-Pop sendiri mulai menjamur di Indonesia sejak sekitra tahun 2009 hampir di
segala bidang kebudayaan dan kesenian.
Hampir setiap hari
generasi muda kita , secara rutin mengkonsumsi segala hal yang berhubungan dengan
genre seni budaya asal Korea Selatan tersebut, mulai dari musik atau lagu, cara
berpakaian, bahkan gaya bahasa. Hal tersebut merebak
tidak lama setelah penetapan 2 Oktober 2009 sebagai hari batik nasional dan
warisan budaya dunia oleh UNESCO.
Generasi muda Indonesia
sepatutnya bangga pada warisan budaya nusantara. Tidak hanya dalam bidang
fashion, keris dan wayang juga telah menjadi salah satu warisan budaya dunia
yang telah diakui. “Saat ini sudah ada tiga warisan budaya khas Indonesia yang
diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia yakni batik, keris, dan wayang”,
seperti tertulis dalam laman setkab.go.id yang merupakan situs resmi
Sekretariat Kabinet, Selasa (2/10/2012).[1]
Ironisnya ketika budaya
nusantara mulai diakui dunia, generasi muda yang menjadi ujung tombak bagi
kelestariannya justru lebih memilih budaya luar. Anggapan bahwa budaya terkesan
kuno, seperti orang tua, tidak uptodate, dan sebagainya menjadi alasan anak
muda enggan memakainya. “Secara umum, anak zaman sekarang sukanya yang praktis.
Misalnya kalau tari tradisional itu ribet
dari segi pakaiannya, musiknya, dan gerakannya. Makanya perlu ada terobosan
baru, misalnya tari tradisonal menggunakan yang sedikit modern”, ungkap Diana
salah satu mahasiswi UNY asal Kebumen saat dihubungi lewat media social pada
Minggu (26/10).
Menciptakan terobosan
baru melalui kolaborasi budaya menjadi salah satu jalan untuk menumbuhkan jiwa
cinta budaya pada generasi muda. Kolaborasi yang memiliki arti kerjasama,
dipadukan dengan arti budaya yang merupakan adat istiadat serta kesenian
seperti yang tertuang dalam KBBI akan mampu memberikan makna budaya baru yang
kekinian.
“Kami memang ingin
membuat terobosan untuk menarik perhatian masyarakat melalui kolaborasi kidung,
tari dan lukis dari 25 negara,” kata Direktur Program Doktor Ilmu Agama
Pascasarjana IHDN Denpasar Dr. Ketut Sumadi, M.Par di Denpasar, Sabtu (25/1).[1]
Fenomena tersebut
mendorong Lauren, aktivis mahasiswa asal UTS (University Technology of Sydney)
yang bekerjasama dengan mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara sangat
antusias untuk memperkenalkan batik pada generasi muda. Louren bersama
teman-teman satu timnya membuat project yang dinamakan AMBATIK, yakni kaos yang
menggunakan motifa batik modern. “Sebelumnya kami melakukan research terlebih
dahulu terhadap mahasiswa kenapa mereka tidak mau pakai batik, alasannya kuno,
harganya mahal, maka kami membuat sesuatu yang menarik mereka untuk mau memakai
batik,” ungkap Lauren.[2]
Senada dengan Lauren
dan timnya, para seniman seman wayang menjadikan melalui pertunjukan Kolaborasi
Seni Pertunjukan Wayang Tradisional ASEAN-Tiongkok di TBJT Solo (17/9/204)
sebagai langkah untuk menghidupkan wayang pada jiwa generasi muda khususnya. Ki
Manteb Sudarsono, salah satu dalang wayang kulit kondang memaparkan bahwa
adanya kemungkinan munculnya wayang kontemporer dimana ceritanya bisa
dikembangkan berjiwa muda.
”Tidak perlu
berputar-putar dan berdebat mengenai keharusan mempertahankan tradisi dan
identitas yang dulu. Atau haruskah kita mencari identitas baru. Pengembangan
itu strategi untuk membuat generasi muda mau mempelajari wayang dan bergerak
maju,” ungkap Ki Mantep yang dilangsir dalam kompas.com.[3]
Seniman musik asal kota
Solo yang tergabung dalam Solo Beatbox Community (SBC) juga menunjukan
antusiasnya dalam menumbuhkan rasa cinta budaya pada generasi muda. Menciptakan
musik kreatif yang mengandalkan bunyi yang dihasilkan alat ucap ketika
performance, namun mereka juga berkolaborasi dengan beberapa aliran seni musik,
seperti keroncong, melayu, seriosa, dan beberapa jenis musik lainnya mampu
mendapatkan perhatian dari generasi muda.
Pemerintah di berbagai
daerah juga mengadakan event bahkan kebijakan di pemerintahan yang bertujuan
untuk melestarikan budaya. Pemerintah Kabupaten Tegal misalnya, akan menggelar
Festival Dalang Dulongmas dengan tema
“Dalang Muda Menantang Jaman” pada 10 – 14 November mendatang.[4]
Event seperti itu tentulah sangat bagus untuk melestarikan kebudayaan mengingat
anak muda zaman sekarang cenderung tidak tertarik dengan keahlian dalang.
Dengan diadakannya event tersebut, berarti pemerintah telah berpartisipasi
dalam menciptakan kembali tradisi berpikir anak muda yang cerdas, kreatif, dan
innovativ dalam hal melestarikan warisan budaya.
Begitu juga dengan Kota
Solo, Pemerintah Kota Solo juga memberikan kebijakan yang mengharuskan seluruh
Pegawai Negeri Sipil untuk memakai pakaian tradisional setiap hari Kamis. Memang
pada awalnya aturan ini banyak menimbulkan pro dan kontra karena pegawai merasa
bekerja dengan memakai pakaian tradisional tentulah ribet. Namun seiring
berjalannya waktu seluruh elemen masyarakat ikut bergerak dengan ikhlas
mendukung program pemerintah yang bertujuan positif ini. Nofik Lukman Hakim
seorang PNS di kota Solo yang dihubungi lewat social messenger pada Minggu
(26/10) berkata bahwa “Menurut saya kebijakan dari pemerintah kota Solo ini
dapat memperbaiki citra kota Solo yang katanya mulai kehilangan jati dirinya
sebagai kota berbudaya. Namun selain untuk mempertahankan kebudayaan dengan
baik, kebijakan ini juga membuat Kota Solo menjadi kota pertama yang berani
menerapkan tentang pemakaian baju tradisional dan menjadi kelebihan tersendiri
bagi kota Solo untuk mempertahankan eksistensinya sebagai “The Spirit of Java” Hal ini tentunya tak lepas dari upaya
pemerintah untuk tetap menjaga warisan budaya asli Indonesia.
Tak hanya pemerintah,
pihak swasta seperti PT Djarum Tbk. juga ikut berpartisipasi dalam hal
mendukung semangat kreatif masyarakat untuk meningkatkan apresiasi terhadap
hasil budaya Indonesia. Sejak tahun1992, melalui program Djarum Apresiasi
Budaya PT Djarum telah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak seperti Bengkel
Teater Rendra, Teater Koma, Putu Wijaya Butet Kertaredjasa dll. Selain itu
masih banyak budayawan, seniman, maupun kelompok kesenian yang telah menjalin
kerjasama dalam mengaktualisasikan gagasan kreatifnya. Apresiasi yang telah
dilakukan antara lain menyelenggarakan Pesona Batik Kudus untuk melestarikan
batik Kudus dan membantu meningkatkan industry batik Kudus yang hampir punah.[5]
Sudah seharusnya
seluruh elemen masyarakat berpartisipasi mendukung pelestarian hasil budaya
Indonesia. Berbagai upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak tentunya mempunyai
harapan agar nantinya ruang-ruang ekspresi dan apresiasi budaya lebih terbuka,
dan komunikasi antar kultur budaya dapat terjalin lebih erat lagi.
Melalui kolaborasi-kolaborasi
budaya diharapkan generasi muda bangsa ini juga tak kehilangan arah dalam
memahami dan mencintai budaya asli Indonesia sehingga semangat persatuan, kesatuan
serta cita-cita kebangsaan bersemi kembali dibenak gerasi penerus bangsa melalui ragam budayanya.
Apakah harus menunggu Negara
lain mengklaim budaya Indonesia terlebih dahulu baru kita merebutnya kembali?
Pertanyaan ini mungkin dapat dijadkan sebuah renungan dalam diri kita
masing-masing agar kita tetap terus mencintai dan melestarikan budaya kita. Salam
Budaya!
[1]http://news.detik.com/read/2012/10/02/070858/2051179/10/ayo-pakai-batik-di-hari-batik-nasional
[1] http://posbali.com/pementasan-unik-ihdn-denpasar-2/
[2]http://www.umn.ac.id/home/viewarticle/Mahasiswa_UMN_dan_UTS_Kolaborasi_Hasilkan_Ragam_Karya_Batik
[3]http://travel.kompas.com/read/2014/09/24/143500427/Ketika.Bima.Berkolaborasi.dengan.Naga
[4] http://berita.suaramerdeka.com/pemkab-tegal-akan-gelar-festival-dalang-dulongmas-2014/
[5] http://www.djarumfoundation.org/program_details.php?page=budaya
Priska Enggar Kinanthi
Rizky Riana
Tika Septiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar